05 December 2009

150+ Hal yang Harus Diingat oleh Pembuat Sinetron

  1. Jangan buat sinetron semata-mata karena uang.
  2. Jangan buat sinetron untuk mengikuti trend.
  3. Jangan buat sinetron kalau nggak punya bakat.
  4. ... lebih baik jangan buat sinetron sama sekali.
  5. Kecuali kalau ada approval dari penulis.
  6. Atau bakat Anda nyata dan benar-benar ada.
  7. Karena sinetron yang asal jadi cuma buang-buang waktu, uang, merusak moral, mengurangi jam tidur, dan waktu belajar anak...
  8. Kalau benar-benar terpaksa harus membuat sinetron (siapa tahu Bos besar mana yang menyuruh), harus ingat pilih pemain yang berkualitas.
  9. Jangan asal pilih yang blasteran.
  10. Jangan asal pilih yang Chinese.
  11. Jangan asal pilih yang Javanese.
  12. Jangan pilih pemain yang belum lancar berbahasa Indonesia.
  13. Yang paling penting, jangan pilih pemain yang nggak bisa akting.
  14. Dengan alasan dangkal “Dia sesuai dengan perannya”.
  15. Karena alasan sebenarnya mengikuti pasar kan?
  16. Karena aktris tersebut sedang tenar dan kasusnya dibesar-besarkan media massa?
  17. Padahal sudah jelas dia nggak bisa akting.
  18. Kita tahu kalau Dude Herlino dan Naysila Mirdad selalu sukses menarik penonton.
  19. Tapi tiga sinetron aja harusnya sudah cukup…
  20. Baiklah.. rating yang berkuasa…
  21. Kenapa sih mau menuruti rating yang nggak jelas dari mana perhitungannya?
  22. Atau cuma lihat tampang cakepnya?
  23. Yang sesuai dengan standar kecantikan: rambut panjang (untuk cewek), kulit putih, dan bertubuh bagus nan langsing.
  24. … ayolah, masak orang Jakarta di-cast jadi orang Jawa/Sunda/Bali dengan logat yang terlalu dipaksakan.
  25. Kecuali kalau sebenarnya dia anak orang kaya yang terbuang.
  26. … yang bener aja? Apa nggak ada ide lain?
  27. Tambahan lagi soal logat, lebih baik tanpa aksen sama sekali daripada (terkesan) menjelek-jelekkan bahasa daerah.
  28. Casting yang bener dong!
  29. Repot? kembali ke nomor empat (lebih baik jangan buat sinetron sama sekali)
  30. Jangan memaksakan kejar tayang.
  31. Jangan bikin sinetron panjang-panjang.
  32. Jangan memaksakan untuk melanjutkan sinetron yang sukses dengan seri-seri berikutnya.
  33. Bayangkan siksaan buat sang penulis skenario kalau hal itu berlanjut…
  34. Juga buat para pemain serta kru lain yang memberikan hasil seadanya.
  35. Bisa-bisa hasil jadi lebih buruk dari seharusnya.. ewww.
  36. Dapat menimbulkan ketergantungan, membahayakan kesehatan mental dan kondisi moral generasi muda.
  37. Jangan jadikan ‘kejar tayang’ sebagai alasan penurunan kualitas sinetron.
  38. Lihat no 30.
  39. Jangan pakai efek khusus yang terlihat konyol dan menyedihkan =_=
  40. Jangan buat penampakan makhluk-makhluk ajaib.
  41. Atau buat sinetron yang nggak perlu efek khusus.
  42. Atau… kembali ke no 4.
  43. Jangan pakai sulih suara.
  44. Kalau kebanyakan dana, mendingan aktornya dikasih pelatihan akting dulu deh.
  45. Pemain figuran pun perlu dikasih panduan akting!
  46. Lihat no 28.
  47. Pilih pemain sesuai usianya, jangan jadikan nona cantik punya anak sudah remaja.
  48. Hanya karena karena si aktris sudah nggak laku lagi -_-;
  49. Walaupun dia main di sekuel sinetronnya (lihat no 32).
  50. Jangan terlalu sering memasukkan adegan monolog.
  51. Walaupun adegan itu yang paling gampang dibuat (makanya.. lihat no 30).
  52. ...karena bosan melihatnya.
  53. Akting pemain kita jelek, dan tampangnya nggak secakep itu sampai perlu di-close-up beribu kali.
  54. Satu gambar bisa mengungkapkan sejuta kata.
  55. Pernah dengar ‘body language’?
  56. Jadi nggak perlu kebanyakan dialog.
  57. ...kalau ada setting, sutradara, kameraman, dan aktor yang bagus.
  58. Penonton Indonesia itu cerdas kok!
  59. Penulis yakin mereka bisa mengerti walaupun nggak terlalu banyak detail yang dijelaskan.
  60. Jangan bikin cerita cinta bersegi banyak yang terlalu mengada-ada…
  61. Masih banyak topik lain lho selain ‘cinta’.
  62. Bukan, dongeng dan fantasi yang dangkal tidak termasuk dalam topik yang direkomendasikan.
  63. Demikian juga dengan tema supranatural…
  64. Bagaimana kalau bikin cerita tentang korupsi,
  65. Atau kehidupan profesi tertentu?
  66. Tapi tolong dengan amat sangat, riset dulu sebelum shooting.
  67. Kalau nggak ada ide yang lebih bagus, kembali ke peraturan no 4
  68. Pakai BGM yang agak variatif.
  69. Tanpa suara jedar-jeder memekakkan telinga.
  70. ...tapi jangan pakai lagu orang lain tanpa izin.
  71. Lanjutkan saja pakai lagu yang lagi hits seperti selama ini.
  72. ... simbiosis mutualisme dengan penyanyinya.
  73. Penonton senang, kritikus bosan…
  74. Kritikus? Siapa?
  75. Para kritikus sudah bosan mengkritik karena tidak ada yang mendengarkan.
  76. Jangan kebanyakan adegan ‘terdiam’ kalau melihat sesatu yang mengejutkan.
  77. Sama saja dengan jarak antar adegan yang terlalu lama dan hanya diisi dengan suara *jreng…..*
  78. Buang-buang waktu saja..
  79. Oh fine, ‘kejar tayang’ (kembali ke no 30)
  80. Itulah sebabnya si tokoh utama sering mendapat masalah.
  81. Karena lamban (lihat atas), karena terlalu baik, atau karena terlalu banyak orang jahat di sekitarnya.
  82. Mungkin juga karena terlalu sial, atau terlalu beruntung.
  83. Atau cuma karena cantik…
  84. Jadi ada beberapa cowok super kaya yang mengejarnya.
  85. Tapi entah kenapa dia tertarik pada cowok yang paling tak mungkin diraih.
  86. … terlalu pasrah pada nasib.
  87. Pasrah waktu dijodohkan.
  88. Pasrah waktu dianiaya.
  89. Pasrah nggak sama dengan sabar lho!
  90. Apa mereka nggak pernah kerja keras?
  91. Maksudnya bukan kerja banting tulang jualan kue di jalan…
  92. Terus dia terlibat kecelakaan dan ditolong oleh cowok yang menabraknya?
  93. Yang penulis maksud, apa dia nggak pernah berusaha dengan kemampuannnya sendiri untuk mencapai apa yang dia mau tanpa tergantung orang lain?
  94. Persaingan dan perebutan (bisnis/cowok/cewek/warisan) sebenarnya bisa dilakukan dengan sehat.
  95. Ingat dong kalau nggak ada orang yang pure angel.
  96. Nggak ada juga yang pure evil.
  97. ... tapi kalau si antagonis berubah jadi baik dengan tiba-tiba juga nggak wajar.
  98. Apa? Dia kecelakaan lantas berubah jadi baik?
  99. Jangan dibuat seperti itu dong.
  100. Meskipun ada deadline penayangan (sinetron Ramadhan?).
  101. Atau disengaja supaya bisa dibikin season selanjutnya (lihat no 32)
  102. Jangan mengeksploitasi anak kecil.
  103. Oke, kalau bukan mengeksploitasi namanya apa?
  104. Aji mumpung?
  105. Jangan pakai adegan kekerasan.
  106. Tampar, jambak, pukul, tendang…
  107. Apalagi pada perempuan.
  108. Apalagi dilakukan oleh sesama perempuan.
  109. Ingat, ditonton anak kecil.
  110. Rating guide? Siapa sih yang memperhatikan rating guide?
  111. Jangan pakai makian-makian.
  112. Lihat atas.
  113. Jangan teriak-teriak.
  114. Jangan overacting.
  115. Terutama untuk peran antagonis…
  116. Tokoh antagonis nggak harus teriak-teriak dan mengerutkan alis.
  117. Nggak pernah nonton The Godfather atau Silence of The Lamb?
  118. Jangan pakai makeup atau kostum yang berlebihan.
  119. Ibu-ibu yang baru bangun tidur dan masih pakai piyama tapi rambutnya tertata rapi dan bermakeup lengkap?
  120. Ibu yang berumah gubuk dan berpakaian daster masih bisa ke salon?
  121. Siswi SMA pakai rok mini tanpa aturan seragam yang baku?
  122. Baju dikeluarkan dari celana?
  123. Nyupir mobil mewah ke sekolah?
  124. Nggak ada yang naik angkutan umum?
  125. Nggak semua SMA seperti itu…
  126. Anak sekolahan perlu belajar.
  127. Bukan hangout keluyuran di mal/diskotik terus.
  128. Mana adegan mereka belajar di kelas?
  129. Belajar dengan guru yang kredibel?
  130. Membuat acara komedi boleh saja sih, tapi masak semua tokoh di sekolah konyol?
  131. Dan semua guru killer?
  132. Bikin setting yang konsisten dong.
  133. Masak cerita kerajaan zaman dulu, tapi tokoh-tokohnya naik kendaraan mobil mewah atau Harley Davidson.
  134. Kalau mau daur ulang cerita dongeng, ceritakanlah dengan baik.
  135. Biar anak Indonesia bisa mengambil nilai moralnya.
  136. Jangan merendahkan wanita.
  137. Nggak semua ibu rumah tangga itu bodoh.
  138. Nggak semua ibu tiri itu jahat.
  139. Nggak semua nenek/kakek/mertua itu galak.
  140. Nggak semua pembantu itu suka bergosip.
  141. Jangan bikin stereotype!
  142. Semua yang badannya besar jangan dijadikan tukang makan terus.
  143. Semua anak orang kaya yang pernah sekolah di luar negeri ngomongnya jangan pakai bahasa Inggris terus (apalagi ditambahin logat yang dibuat-buat).
  144. Nggak semua orang Jawa berlogat Jawa kental, polos, halus, dan penurut.
  145. Ngomong-ngomong, kok semuanya tentang orang Jawa?
  146. Apa nggak bisa bikin film tentang orang Banjar atau Maluku?
  147. Jangan memberi ilusi kalau semua orang di ibukota sukses, kaya, dan cantik.
  148. Tambah banyak deh pengangguran yang berurbanisasi ke Jakarta…
  149. Jangan mengambil ide dari film luar.
  150. Jangan mengambil ide dari drama Jepang/Korea/Cina/Taiwan/negara manapun itu.
  151. Nope, telenovela pun nggak boleh diplagiat.
  152. Jangan mengambil ide dari komik.
  153. Mentang-mentang yang diplagiat adalah komik/drama/film lama….
  154. .. lantas mengaku kalau ‘Segala kesamaan adalah kebetulan semata’.
  155. Penulis muntah-muntah di belakang karena terpaksa menonton 2 episode penuh sinetron #$%% demi daftar ini.
  156. Penulis menyerah, mulai google untuk mencari referensi yang bisa dibaca, daripada kembali ke no 156?
  157. Jadi, baca link di bawah!
1, 2, 3, dan 4!